24 Perwakilan Pengprov PSTI Geruduk Koni Pusat

ekodjat
13 Oct 2025 20:00
4 minutes reading

ARENAKITA.ID / JAKARTA, — 24 Pengurus ProvinsiPersatuan Sepak Takraw Seluruh Indonesia (PSTI) menggeruduk Kantor Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat pada Senin (13/10/2025) untuk meminta penjelasan terkait penunjukan pengurus carateker yang dinilai tidak prosedural dan menimbulkan kegaduhan di internal organisasi olahraga tersebut.

Kedatangan perwakilan 24 perwakilan Pengprov dipimpin langsung Ketua Umum PSTI periode 2025–2029, Asnawi Rahman, mengatakan bahwa audiensi kali ini merupakan tindak lanjut dari surat resmi yang telah dikirimkan kepada KONI Pusat.

Namun, kedatangan mereka bersama 24 pengurus provinsi sempat tidak disambut dengan baik.

“Awalnya kami datang ke lantai 11 Gedung KONI, tapi diminta turun ke lantai 10. Suasananya terkesan KONI tidak menghendaki atau tidak menerima kehadiran kami,” ujar Asnawi usai pertemuan.

Setelah bernegosiasi, rombongan PSTI akhirnya diterima oleh Ketua Bidang Organisasi KONI Pusat, yang memberikan penjelasan mengenai penunjukan carateker PSTI.

Namun, menurut Asnawi, pertemuan tersebut tidak memberikan kejelasan yang memuaskan.

“Saya pribadi sangat tidak puas dengan hasil audiensi ini. Penjelasan yang disampaikan tadi sangat tidak jelas, dan dari awal saja suasananya sudah tidak enak,” tegasnya.

Asnawi juga mempertanyakan beredarnya surat keputusan (SK) pembentukan carateker PSTI yang telah menyebar luas di media sosial, padahal para pengurus provinsi belum menerima salinan resmi hingga saat ini.

“Surat itu sudah beredar ke mana-mana, bahkan disebut akan ada Munaslub pada 25 Oktober nanti. Kami belum pernah menerima surat tersebut, jadi dari mana SK itu keluar?” ungkap Asnawi.

Ia menambahkan, 24 pengurus provinsi yang mengikuti Musyawarah Nasional (Munas) PSTI di Sukabumi pada Desember 2024 tetap solid dan sepakat untuk meminta penjelasan resmi dari KONI.

“Saya datang bukan sebagai Ketum lagi, tapi karena teman-teman pengprov meminta saya menjembatani audiensi ini,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua PSTI Riau yang turut hadir, menyayangkan sikap KONI yang dinilai tidak transparan.

Ia menilai penunjukan carateker tanpa pemberitahuan resmi telah menimbulkan kebingungan di daerah.

“Saya kaget, tadi Sekjen KONI yang baru saja membaca surat carateker padahal surat itu sudah beredar selama 13 hari. Kenapa baru dibahas sekarang?” katanya.

Ia juga meminta Ketua Umum KONI Pusat Marciano Norman dan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Erick Thohir untuk menindak tegas oknum-oknum yang diduga mengedarkan SK palsu tersebut.

“Kami minta perhatian Ketua KONI dan Menpora. Jangan biarkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab membuat gaduh. PSTI baik-baik saja, tapi ulah segelintir orang bisa merusak organisasi,” ujarnya.

Di sisi lain, Sekretaris Jenderal PSTI, Herman Anndi, menilai keputusan KONI menerbitkan SK carateker tersebut terlalu tergesa dan tidak sesuai prosedur hukum.

Menurut Herman, langkah KONI mengeluarkan SK carateker pada 3 Oktober 2025 tidak memiliki dasar kuat karena putusan arbitrase baru didaftarkan ke Pengadilan Negeri pada 7 Oktober 2025.

“Artinya, keputusan itu prematur. Putusan arbitrase belum memiliki kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke pengadilan,” jelasnya.

Herman menilai, tindakan KONI justru memperkeruh situasi dan berpotensi melanggar aturan organisasi.

Ia juga meminta perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Menpora dan Presiden Prabowo Subianto, untuk menyelamatkan cabang olahraga sepak takraw dari kepentingan politik kelompok tertentu.

“Cabang olahraga sepak takraw harus diselamatkan. Jangan dijadikan boneka oleh sekelompok orang yang ingin mengganggu keberlanjutan organisasi,” tegasnya.

Ia menambahkan, kehadiran perwakilan KONI dalam Munas PSTI di Sukabumi juga menjadi sorotan.

Saat itu, Wakil Ketua Umum I KONI, Jenderal Suwarno, hadir dengan atribut resmi dan menyampaikan pesan dari Ketua Umum KONI.

Namun, dalam audiensi kali ini, bidang organisasi KONI menyebut bahwa kehadiran Suwarno di Munas bukan sebagai utusan resmi KONI, melainkan pribadi.

“Ini sangat kontradiktif. Beliau hadir dengan atribut resmi dan menyampaikan pesan dari Ketua Umum KONI. Tapi sekarang dibilang datang atas nama pribadi,” tutur Herman.

Ia berharap pemerintah tidak menutup mata terhadap kisruh yang terjadi di tubuh PSTI. Menurutnya, polemik seperti ini berpotensi menghambat pembinaan atlet dan menurunkan semangat para pelatih serta pengurus daerah.

“Kami tidak ingin gaduh. Kami ingin organisasi ini teduh, solid, dan fokus melahirkan atlet berprestasi di level nasional maupun internasional. Tolong perhatikan kami,” pungkas Herman.

x
x