PSSI Ubah Statuta, Peran Daerah Kini Lebih Besar

Bagus
5 Jun 2025 01:41
3 minutes reading

Arenakita, Jakarta – Kongres Biasa PSSI 2025 yang digelar Rabu (4/6/2025) di Jakarta membawa sejumlah keputusan penting. Salah satunya adalah perubahan Statuta PSSI yang memberi porsi lebih besar bagi peran daerah.

Porsi lebih besar diberikan secara khusus pada Asosiasi Provinsi (Asprov), Asosiasi Kota (Askot), dan Asosiasi Kabupaten (Askab). Ketiganya kini punya tanggung jawab lebih besar sebagai ujung tombak pembangunan sepak bola nasional di berbagai wilayah Tanah Air.

Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, menyampaikan kepada media usai kongres bahwa ada tiga poin utama dalam pembaruan Statuta, yang kini resmi berubah dari Statuta 2019 menjadi Statuta 2025.

“Yang terpenting dalam perubahan statuta itu bahwa peran sepak bola nasional sekarang tidak hanya bergantung hanya di nasional itu sendiri, tetapi kita berharap justru sekarang ujung tombaknya ke daerah-daerah,” kata Erick.

Peran Asprov

Erick menegaskan bahwa peran Asprov semakin kuat dalam statuta baru ini. Meski proses pemilihan ketua Asprov tetap dilakukan secara terbuka, Asprov kini berwenang menunjuk langsung ketua Askot dan Askab demi mempercepat pembangunan infrastruktur sepak bola di wilayah masing-masing.

“Selama ini ketika kita membangun sepak bola di daerah-daerah, sulit sekali koordinasi antara Asprov dan juga Kota. Dengan sekarang bersinergi seperti ini, ketika bicara nantinya liga 4, itu akan di kota-kota selama 4 bulan. Lalu nanti juaranya liga 4 akan naik ke provinsi, itu kita putar ke liga 3. artinya apa, ada kesinambungan dan fleksibilitas,” ujarnya.

Ia mencontohkan Bali sebagai ilustrasi. Di provinsi tersebut terdapat 9 kabupaten/kota dengan total 50 klub. Namun, hanya dua kota yang memiliki masing-masing 14 klub, sedangkan di tujuh kota lainnya klub-klub tersebar dan tidak cukup untuk menggelar kompetisi sendiri. Dengan sinergi yang baik antara Asprov dan Askot, liga 4 tetap bisa digelar dengan skema yang fleksibel.

“Contoh ketika Denpasar 14 klub, satu kota lainnya 14 klub, yang 7 kota jumlahnya 22 klub, mereka bisa bersatu menjadi satu payung tidak ada ego sektoral. Mereka juga bisa bersepakat, bahwa liga 3 Provinsi itu mau 16 klub, akhirnya mereka bikin kuota. Denpasar 3 misalnya, kota lain 3, lalu 22 klub diwakili 8 klub, jadi totalnya 14, berputar lagi liga 3,” jelas Erick.

Ia juga menyoroti tantangan geografis di sejumlah daerah, seperti Kalimantan Timur. Ada satu pulau yang sebenarnya lebih dekat ke Kalimantan Utara, namun harus masuk dalam zona kompetisi Kalimantan Timur. Di sinilah fleksibilitas aturan menjadi penting.

“Fleksibilitas ini selama ini sulit terjadi. Ada satu pulau di Kalimantan Timur lebih dekat dengan Kalimantan Utara, apa solusinya? Apa kita diamkan mereka tidak main bola, jarak lima jam? kalau asprov dan askot bersatu, mereka bisa tukar supaya wilayah itu tidak masuk Kalimantan Timur tapi Kalimantan Utara karena jarak tempuhnya, semua karena biaya,” imbuhnya.

Peran Pemerintah Daerah

Erick juga menegaskan bahwa membangun sepak bola nasional tidak bisa hanya mengandalkan pusat. Pemerintah daerah juga harus diberdayakan, termasuk melalui ajang-ajang seperti Bupati Cup dan Gubernur Cup yang bisa didukung oleh APBD.

“Kita ini 17.000 Kepulauan, ujung satu ke lain 8 jam. Kalau kita stigmanya by zona kaku dan sulit diatur, akhirnya jadi korban kita semua. dengan tadi Asprovnya kuat, Askabnya ditunjuk, lalu ada peraturan daerah, permendagri, Bupati Cup, Gubernur Cup, akhirnya APBD bisa. Ini yang kita putar kembali. Tidak mungkin membangun sepak bola semua dari pusat, tidak cukup dana,” tegas Erick.

Meski dana PSSI saat ini tercatat sebagai yang terbesar sepanjang sejarah organisasi, Erick menyebut tetap belum cukup untuk mengakomodasi semua kebutuhan, termasuk dari cabang seperti futsal dan sepak bola pantai.

“Dana PSSI saat ini mungkin terbesar sepanjang sejarah, tapi tetap tidak cukup, Futsal masih minta, bola pantai belum kebagian, makanya distribusi kesejahteraan ini harus terjadi. Fleksibilitas kesepakatan ini yang kemarin sulit dijalankan. Inilah formula yang coba kita jalankan dua tahun ke depan. Saya yakin sistem ini lebih merata, lebih jalan tak ada ketimpangan,” pungkasnya.

x
x
x